Sunday, March 19, 2017

MAKALAH REFORMASI BIROKRASI


MAKALAH
REFORMASI BIROKRASI


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
           Pelayanan publik adalah salah satu produk politik. Jika pelayanan publik di Indonesia belum maksimal tentu ini terkait dengan sitem politik Indonesia. Politik dalam kaitannya dengan pelayanan publik tentu yang terlintas dibenak kita adalah birokrasi. Apakah bila pelayanan publik tidak baik menandakan birokrasi yang tidak baik. Salah satu contoh konkret yang belakangan ini sering disebut ialah penyediaan perangkat dan sarana hukum, peraturan, prosedur, dan kepastian untuk investasi, misalnya di bidang infrastruktur. Birokrasi sebagai perangkat pelaksanaan pemerintah diberi tanggung jawab dan karena itu disalahkan jika tidak beres.
           Untuk mengetahui secara lebih jelas apakah politik, pelayanan publik dan birokrasi itu terkait tentu harus ada pembelajaran yang lebih mendalam. Oleh kareana itu penulis akan membahas mengenai hal tersebut yang bertemakan birokrasi dan politik.
B.     Rumusan Masalah
    1.      Bagaimana sejarah konsep birokrasi?
    2.      Apa pengertian birokrasi?
    3.      Bagaiman karakteristik dan tipe ideal birokrasi
    4.      Apakah pengertian etika birokrasi?
    5.      Bagaimana pelaksanaan etika birokrasi di Indonesia?
    6.      Bagaimana pelaksanaan birokrasi di Indonesia?
C.    Tujuan  
   1.      Memaparkan sejarah konsep birokrasi
   2.      Menjelaskan definisi birokrasi
   3.      Menyebutkan karakteristik birokrasi
   4.      Menyebutkan tipe ideal birokrasi
   5.      Menjelaskan etika birokrasi dan pelaksanaannya
   6.      Menjelaskan pelaksanaan birokrasi di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Sejarah Konsep Birokrasi
Kosep birokrasi dimunculkan oleh M De Gourney. Melalui surat tertanggal 1 Juli 1764 yang ditulis Baran de Grim, merujuk pada gagasan Gourney yang mengeluh tentang pemerintahan yang melayani dirinya sendiri.
Ide tentang birokrasi bukan sesuatu yang baru. Merupakan kekeliruan kalau kita mengira konsep ini baru muncul. Keluhan atas pemerintahan pun bukan hal baru, yaitu setua usia pemerintahan itu sendiri. Machiavelli, misalnya: dalam nasihatnya kepada pangeran meminta pangeran memilih yang cakap dan mengaji mereka agar tidak mencari penghasilan dari sumber lain.
Sejak muncul gagasan oleh Gourney, istilah birokrasi diadoptasi secara luas dalam kasus politik di Eropa selama abad 18. Istilah Prancis Bureacratie ini, dengan cepat diadopsi dalam makna yang sama di Jerman dengan  sebutan bureaukratie. Istilah birokrasi yang berkembang secara luas selepas periode de Gourney. Muncul istilah birokrat, birokratis, birokratis, birokratik, dan birokratisasi.

B.     Definisi Birokrasi
Jika kita mendengar kata birokrasi, maka langsung yang ada dalam pikiran kita adalah bahwasanya kita berperan dengan sesuatu prosedur yang berbelit-belit. Pendapat yang demikian tidaklah dapat disalahkan seluruhnya, namun demikian apabila orang-orang yang duduk dibelakang ”meja” taat pada prosedurnya.
1.       Birokrasi yang dalam bahasa inggris, Bureautracy, berasal dari kata Bureau (meja) dan Cratein (kekuasaan), dimaksudkan adalah kekuasaan berada pada orang-orang yang dibelakang meja. Di Indonesia cenderung dikonotasikan sebagaimana telah digambarkan di atas.
     2.      Bintoro Tjokroamidjojo (1984)
Menurut beliau, birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang. Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi adalah agar pekerjaan yang banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga tidak timpang tindih.
3.      Blau dan Page
Blau dan Page (1956) mengemukakan birokrasi “sebagai tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinasi secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang”.
4.      Ismani
Bahwa dalam birokrasi terdapat aturan-aturan yang rasional, stuktur organisari dan proses berdasarkan pengetahuan teknis dan dengan efisiensi dan setinggi-tingginya.
5.      Fritz Morstein Marx
Birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugas yang bersifat spesialisasinya, dilaksanakan dalam sistem administasi yang khususnya oleh aparatur pemerintahan
6.      Riant Nugroho Dwijowijoto
Birokrasi adalah suatu lembaga yang sangat kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas potensial terhadap hal-hal yang baik maupun buruk pada skala yang besar.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa birokrasi adalah suatu prosedur yang efektif dan efisien yang didasari oleh teori dan aturan yang berlaku serta memiliki spesialisasi menurut tujuan yang telah diterapkan oleh organisasi/institusi.




           C.    Karateristik Birokrasi
Sebagaiman telah diuraikan di atas, bahwa birokrasi dimaksud agar kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang berada di belakang meja, karena segala sesuatunya diatur secara legal dan formal oleh para birokrat.
Sepertinya yang dikatakan Blau dan Page, bahwa birokrasi dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas administrasi yang besar. Hal itu sangat dapat berlaku pada organisasi besar seperti organisasi pemerintahan, karena pada organisasi pemerintahan segala sesuatu diatur secara formal.
Selama ini banyak pakar yang meneliti dan menulis tentang birokrasi bahwa fungsi staf pegawai administrasi harus memiliki cara-cara yang spesifik agar lebih efektif dan efisiensi:
1.      Kerja yang ketat pada peraturan (rule)
2.      Tugas yang khusus (spesialisasi)
3.      Kaku dan sederhana (zakelijk)
4.      Penyelenggaraan yang resmi (formal)
5.      Berdasarkan logika (rasional)
Hal di atas merupakan prinsip dasar dan karakteristik yang ideal dari suatu birokrasi. Karakteristik tersebut idealnya memang dimemiliki oleh para birokrat. Blau dan Page; birokrasi untuk melaksanakan tugas administrasi yang besar.

D.    Tipe ideal Birokrasi
Dengan mengutip Max Weber seorang sosiolog Jerman. Tjokroamidjojo mengemukakan ciri utama stuktur birokrasi di dalam tipe idealnya adalah:
     1.      Prinsip pembagian kerja
Kegiatan-kegiatan regular yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi dibagi dalam cara-cara yang tertentu sebagai tugas-tugas jabatan. Dengan adanya pembagian kerja yang jelas ini dimungkinkan pelaksanaan pekerjaan untuk tenaga-tenaga spesialis dalam setiap jabatan.

     2.      Stuktur hirarkhis
Pengorganisasian jabatan-jabatan mengikuti prinsip hirarkhis yaitu jabatan yang lebih rendah berada dibawah penggawasan/ pimpinan dari jabatan yang lebih atas.
     3.      Aturan dan prosedur
Pelaksanaan kegiatan didasarkan pada suatu sistem pengaturan yang konsisten. Sistem standar dimaksudkan untuk menjamin adanya keseragaman pelaksanaan setiap tugas dan kegiatan tanpa melihat pada jumlah orang yang terlibat didalamnya.
    4.      Prinsip netral (tidak memihak)
Pejabat yang ideal dalam suatu birokrasi melaksanakan kewajiban di dalam semangat “formalistic impersonality” (formil non pribadi), artinya tanpa perasaan simpati atau tidak simpati.
    5.      Penerapan didasarkan pada karir
Penempatan kerja di dalam organisasi birokrasi didasarkan pada kualifikasi teknis dan dilindungi terhadap pemberhentian sewenang-wenang.
    6.      Birokrasi murni
Pengalaman menunjukan bahwa tipe birokrasi yang murni dari suatu organisasi administrasi dilihat dari segi teknis akan dapat memenuhi efisiensi tingkat tinggi.

E.     Etika Birokrasi
Etika merupakan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang/ suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya/ kumpulan nilai moral. Untuk dapat menjadi pegangan atau rujukan seseorang/ suatu kelompok tersebut, maka nilai-nilai moral tersebut diwujudkan dalam bentuk kode etik. Misalnya, kode etik kedokteran, kode etik pers. Etika di atas jelaslah bagi kita bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung dari penilaian masyarakat setempat, jadi dapat dikatakan bahwa moral merupakan landasan normative yang didalamnya mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri dan landasan normative tersebut dapat pula dinyatakan sebagai Etika yang dalam Organisasi Birokrasi disebut sebagai Etika Birokrasi.
Dengan makna birokrasi yang demikian, maka menurut Yahya Muhaimin (1991) birokrasi sebagai keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena situasinya.

F.     Etika Birokrasi dalam Pelaksanaan
Berdasarkan pengertian birokrasi yang menyatakan bahwa birokrasi merupakan organisasi-organisasi didirikan secara resmi dan dibentuk untuk memaksimumkan efisiensi administrasi dalam pemerintahan dan pembangunan yang menyangkut kelembagaan, aparat, sistem dan prosedur dalam melaksanakan kegiatan demi kepentingan umum atau masyarakat.
Agar pelaksanaan kode etik berhasil dengan baik maka pelaksanaannya diawasi terus-menerus dan kode etik mengandung sanksi bagi pelanggar kode etik. Bila terjadi kasus pelanggaran kode etik akan dinilai dan ditindak oleh “suatu dewan kehormatan” atau komisi yang dibentuk untuk keperluan itu.
Penerapan etika birokrasi dalam pemerintahan dituangkan kedalam kode etik Pegawai Negeri Sipil dalam PP nomor 42 tahun 2004 dan Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayananan Publik dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003.

G.    Pelaksanaan Etika Birokrasi
Pada umumnya, penyusunan kode etik minimal didasari oleh empat aspek pertimbangan sebagai berikut:
1.      Profesionalisme
Keahlian khusus yang dimiliki oleh seseorang baik yang diperolehnya dari pendidikan formal (dokter, akuntan, pengacara, dll), dari bakat (penyanyi, pelukis, pianis, dll), serta dari kompetensi mengerjakan sesuatu (direktur, pegawai, pejabat, dll).

2.      Akuntabilitas
Kesanggupan seseorang untuk mempertanggungjawabkan apapun  yang dilakukan berkaitan dengan profesi serta peranannya sehingga ia dapat dipercaya.

3.      Menjaga kerahasiaan
Sebuah kemampuan memelihara kepercayaan dengan bersikap hati-hati dalam memberikan informasi.

4.      Independensi
Sikap netral, tidak memihak, menyadari batas-batasan dalam mengungkapkan sesuatu juga merupakan salah satu pertimbangan kode etik.

H.    Pelaksanaan Birokrasi di Indonesia
Sejarah birokrasi di Indonesia memiliki raport buruk, khususnya semasa Orde Baru dimana yang menjadikan birokrasi sebagai mesin politik. Imbas dari itu semua, masyarakat harus membayar biaya yang mahal. Ketidak pastian waktu, ketidak pastian biaya, dan ketidak pastian siapa yang bertanggung jawab adalah beberapa fakta empiris rusaknya layanan birokrasi. Lebih dari itu, layanan birokrasi justru menjadi salah satu causa prima terhadap maraknya korupsi, kolusi, nepotisme. Pejabat politik yang mengisi birokrasi pemerintah sangat dominan. Kondisi ini cukup lama terbangun sehingga membentuk sikap, perilaku, dan opini bahwa pejabat politik dan pejabat birokrasi tidak dapat dibedakan.
Mengutip catatan guru besar ilmu politik Universitas airlangga Ramlan Surbakti mengenai fenomena birokrasi di Indonesia, kewenangan besar dimiliki birokrat sehinggga hampir semua aspek kehidupan masyarakat ditangani birokrasi. Kewenangan yang terlalu besar itu bahkan akhirnya menonjolkan peran birokrasi sebagai pembuat kebijakan ketimbang pelaksana kebijakan, lebih bersifat menguasai daripada melayani masyarakat. Akhirnya, wajar saja jika kemudian birokrasi dianggap sebagai sumber masalah atau beban masyarakat ketimbang sumber solusi bagi masalah yang dihadapi masyarakat.
Fenomena ini terjadi karena trasisi birokrasi yang dibentuk lebih sebagai alat penguasa untuk menguasai masyarakat dan segala sumber dayanya. Dengan kata lain, birokrasi lebih bertindak sebagai pangreh prajan daripada  pamong praja. Bahkan kemudian terjadi politisi birokrasi. Pada rezim Orde Baru, birokrasi menjadi alat mempertahankan kekuasaan.
Pasca reformasi pun para pejabat politik yang kini menjabat dalam birokrasi pemerintah ingin melestarikan budaya tersebut dengan mengaburkan antara pejabat karier dengan nonkarier. Sikap mental seperti iini dapat membawa brokrasi pemerintahan Indonesia kembali kepada kondisi birokrasi pemerintahan pada masa orde baru.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Birokrasi adalah suatu prosedur yang efektif dan efisien yang didasari oleh teori dan aturan yang berlaku serta memiliki spesialisasi menurut tujuan yang telah diterapkan oleh organisasi oleh organisasi/institusi.
Birokrasi sebenarnya adalah pelaksana kebijakan dan bukan pembuat kebijakan. Birokrasi bertujuan untuk memberikan pelayanan publik, membantu masyarakat. Pejabat birokrasi bukan pejabat politik apalagi alat politik.

B.     Saran
Agar fungsi, peran, tujuan, dan pelaksanaan birokrasi berjalan maksimal dan baik, maka pengawasan perlu dilakukan oleh pihak yang terkait dan tak segan memberikan sanksi bagi pelanggar kode etik. Masyarakat juga dituntut kritis melihat fenomena yang terjadi dan harus mengambil sikap dan tindakan. Masyarakat patut menerima pelayanan yang menjadi haknya.
  


DARTAR PUSTAKA


Gaffar, Afan. 1999. Politik Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset
Rahman. 2007. Sitem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu

No comments:

Post a Comment