Monday, March 20, 2017

METODE PENGUMPULAN DATA TEKNIK PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF


METODE PENGUMPULAN DATA TEKNIK PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF

Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini tidak boleh salah dan harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan ciri-ciri penelitian kualitatif (sebagaimana telah dibahas pada materi sebelumnya). Sebab, kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam metode pengumpulan data akan berakibat fatal, yakni berupa data yang tidak credible, sehingga hasil penelitiannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hasil penelitian demikian sangat berbahaya, lebih-lebih jika dipakai sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil kebijakan publik.
Penggunaan istilah ‘data’ sebenarnya meminjam istilah yang lazim dipakai dalam metode penelitian kuantitatif yang biasanya berupa tabel angka. Namun, di dalam metode penelitian kualitatif yang dimaksudkan dengan data adalah segala informasi baik lisan maupun tulis, bahkan bisa berupa gambar atau foto, yang berkontribusi untuk menjawab masalah penelitian sebagaimana dinyatakan di dalam rumusan masalah atau fokus penelitian.
Di dalam metode penelitian kualitatif, lazimnya data dikumpulkan dengan beberapa teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu;
1)      wawancara,
2)      observasi,
3)      diskusi terfokus (Focus Group Discussion), dan
4)      dokumentasi
Sebelum masing-masing teknik tersebut diuraikan secara rinci, perlu ditegaskan di sini bahwa hal sangat penting  yang harus dipahami oleh setiap peneliti adalah alasan mengapa masing-masing teknik tersebut dipakai, untuk memperoleh informasi apa, dan pada bagian fokus masalah mana yang memerlukan teknik wawancara, mana yang memerlukan teknik observasi, mana yang harus kedua-duanya dilakukan, dst. Pilihan teknik sangat tergantung pada jenis informasi yang diperoleh.

1.      Wawancara
Metode wawancara adalah “proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan” (Supardi, 2006 : 99). Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa “wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu wawancara yang akan mengajukan pertanyaan dan orang yang akan diwawancarai yang akan memberikan jawaban atas pertanyaan yang akan diajukan” (Moleong, 2005 : 186)

Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian. Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui media telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya.
Wawancara harus diperoleh dalam waktu yang sangat singkat serta bahasa yang digunakan harus jelas dan teratur. Dilihat dari prosedur wawancara, metode wawancara dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.        Wawancara bebas
Wawancara bebas adalah “proses wawancara dimana interviewer tidak secara sengaja mengarahkan tanya jawab pada pokok-pokok persoalan dari fokus penelitian dan interviewer orang yang diwawancari” (Supardi, 2006 : 100).
2.        Wawancara terpimpin
Wawancara ini juga disebut dengan interview guide. Ciri pokok wawancara terpimpin adalah bahwa “pewawancara terikat oleh suatu fungsi, bukan saja sebagai pengumpul data tetapi relevan dengan maksud penelitian yang telah dipersiapkan, serta data pedoman yang memimpin jalannya tanya jawab” (Supardi, 2006 : 100)
3.        Wawancara bebas terpimpin
Wawancara bebas terpimpin adalah “kombinasi antara wawancara bebas dengan terpimpin” (Supardi, 2006 :100). Jadi pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi pewawancara harus pandai mengarahkan yang diwawancarai apabila ternyata ia menyimpang.
Pada penelitian ini akan digunakan teknik wawancara yang menggunakan petunjuk umum wawancara, dimana sebelum bertemu dengan informan, peneliti akan mempersiapkan berbagai hal yang akan ditanyakan sehingga berbagai hal yang ingin diketahui dapat lebih terfokus
2.      Observasi
Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.
“Metode observasi merupakan metode pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki” (Supardi, 2006 : 88). Observasi dilakukan menurut prosedur dan aturan tertentu sehingga dapat diulangi kembali oleh peneliti dan hasil observasi memberikan kemungkinan untuk ditafsirkan secara ilmiah. Secara umum observasi dapat dilakukan dengan cara yaitu:
1.        Observasi Partisipan
“Observasi partisipan adalah apabila observasi (orang yang melakukan observasi) turut ambil bagian atau berada dalam keadaan obyek yang diobservas” (Supardi, 2006: 91).
2.        Observasi Non Partisipan
Merupakan suatu “proses pengamatan observer tanpa ikut dalam kehidupan orang yang diobservasi dan secara terpisah berkedudukan sebagai pengamat” (Margono, 2005 : 161-162).
Bungin (2007: 115-117) mengemukakan beberapa bentuk observasi, yaitu: 1). Observasi partisipasi, 2). observasi tidak terstruktur, dan 3). observasi kelompok. Berikut penjelasannya:
1)      Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan.
2)      Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.
3)      Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian.

3.      Focus Group Discussion
Metode ini mengumpulkan data ialah lewat diskusi terpusat Focus Group Discussion (FGD) adalah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkap permaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk menghindari permaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap focus masalah yang sedang diteliti (Sutopo, 2006: 73).
FGD adalah kelompok diskusi bukan wawancara atau obrolan. Ciri khas metode FGD yang tidak dimiliki oleh metode riset kualitatif lainnya (wawancara mendalam  atau observasi) adalah interaksi. Tanpa sebuah FGD berubah wujud menjadi kelompok wawancara terfokus (FGI-Focus Group Interview). Hal ini terjadi apabila moderator cenderung selalu menkonfirmasi setiap topik satu per satu kepada seluruh peserta FGD. Semua peserta FGD secara bergilir diminta responnya untuk setiap topik, sehingga tidak terjadi dinamika kelompok.  Komunikasi hanya berlangsung antara moderator dengan informan A, informan A ke moderator, lalu moderator ke informan B, informan B ke moderator, dst. Kondisi idealnya, informan A merespon topik yang dilemparkan moderator, disambar oleh informan B, disanggah oleh informan C, diklarifikasi oleh informan A, didukung oleh informan D, disanggah oleh informan E, dan akhirnya ditengahi oleh moderator kembali. Diskusi seperti itu sangat interaktif, hidup, dinamis.
Misalnya, sekelompok peneliti mendiskusikan hasil UN 2011 di mana nilai rata-rata siswa pada matapelajaran bahasa Indonesia rendah. Untuk menghindari pemaknaan secara subjektif oleh seorang peneliti, maka dibentuk kelompok diskusi terdiri atas beberapa orang peneliti. Dengan beberapa orang mengkaji sebuah isu diharapkan akan diperoleh hasil pemaknaan yang lebih objektif.

4.      Studi Dokumen
Selain melalui wawancara dan observasi, dan FGD informasi juga bisa diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna.
Kata dokumen berasal dari bahasa latin yaitu docere, yang berati mengajar. Pengertian dari kata dokumen menurut Louis Gottschalk (1986: 38) seringkali digunakan para ahli dalam dua pengertian, yaitu pertama, berarti sumber tertulis  bagi informasi sejarah sebagai kebalikan daripada kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan terlukis, dan petilasan-petilasan arkeologis. Pengertian kedua, diperuntukan bagi surat-surat resmi dan surat-surat negara seperti surat perjanjian, undang-undang, hibah, konsesi, dan lainnya. Lebih lanjut, Gottschalk menyatakan bahwa dokumen (dokumentasi) dalam pengertianya yang lebih luas berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik itu yang berupa tulisan, lisan, gambaran, atau arkeologis.
Ada beberapa keuntungan dari penggunaan studi dokumen dalam penelitian kualitatif, seperti yang dikemukakan Nasution (2003; 85); a) Bahan dokumenter itu telah ada, telah tersedia, dan siap pakai; b) penggunaan bahan ini tidak meminta biaya, hanya memerlukan waktu untuk mempelajarinya; c) banyak yang dapat ditimba pengetahuan dari bahan itu bila dianalisis dengan cermat, yang berguna bagi penelitian yang dijalankan; d) dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian; e) dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data; dan f) merupakan bahan utama dalam penelitian historis.

artikel jurnal

ARTIKEL
Upaya Penanggulangan Masalah Kemiskinan

a. Persfektif Internal
Upaya penanggulangan kemiskinan secara internal/endogen pada hakekatnya merupakan upaya pengembangan nilai-nilai normatif yang selama ini melekat pada kaum miskin sendiri yang karena sesuatu hal tidak bisa teraktualisasikan dengan efektif. Oleh karena itu proses pembelajaran terencana dan disengaja perlu difasilitasi berdasarkan
potensi yang mereka miliki pembelajaran ini bisa dalam bentuk formal, informal dan non formal.
Materi pembelajaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyebab internal kemiskinan mereka secara terfokus, kasus demi kasus dan dikerjakan dengan sistematis sampai tuntas. Survei penilaian kebutuhan belajar kaum papa perkotaan perlu dilakukan agar semua jenis pembelajaran yang akan diselenggarakan terfokus dan efektif. Sebagai contoh penyandang kemiskinan karena alas an ekonomi tidak bisa disamakan jenis pembelajarannya dengan kemiskinan disebabkan oleh kurangnya karakter positif yang menunjang perubahan.
Sebuah program Penyuluhan Pengentasan Kemiskinan perlu dirancang dengan melibatkan dan mengedepankan peran serta masyarakat sasaran sejak dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
Upaya penanggulangan kemiskinan secara internal:
1. Keterbatasan karakter Penyadaran bagaimana karakter yang positif adalah
suatu modal hidup paling berharga yang bias mengangkat derajat mutu sumberdaya manusia secara pribadi maupun kelompok. Karakter ysang positif dan produktif, seperti:
kepercayaan diri, keberanian untuk menghadapi tantangan hidup, aktif mencari peluang perbaikan sesuai dengan kemampuan (dinamis)
2. Keterbatasan Pendidikan/ Pengetahuan : memperoleh/mengakses informasi yang bernilai positif dengan biaya seminimal mungkin lewat media massa seperti koran,
majalah, buku, dll. Agar kaum miskin tidak terisolasi dan menjadi subyek yang aktif dalam mngekases informasi yang membangun terkait dengan kebutuhan hidupnya, sehingga perilakunya bias lebih terkontrol dan produktif
3. Keterbatasan Ekonomi: mengembangkan keterjaminan ekonomi minimal dari segi individu maupun keluarga, membangun networking dan kerjasama modal dengan rekan-rekan dan saluran bisnis Agar kaum papa bisa menganalisa dan mengelola ekonomi dirinya secara lebih baik misalnya: sistem menabung, sistem pengeluaran uang,
4. Keterbatasan Kesehatan : mengelola kesehatan dalam keadaan sarana yang minimum. perilaku hidup sehat dalam mengelola kesehatan seperti sistem pembuangan sampah, system MCK, sistem pangan dan pengolahan masakan semurah
mungkin tapi dari segi gizi terpenuhi
5. Keterbatasan Ketrampilan : melatihkan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang layak jual. Agar kaum papa semakin memiliki ketrampilan dasar untuk membuat produk dan memasarkan, sehingga pendpatannya bisa bertambah
6. Keterbatasan Kasih Sayang : perilaku hidup individu, keluarga dan lingkungan bias simpatik. Terbentuknya perilaku tolong menolong antar sesama warga dalam
berbagai hal, misalnya dalam bidang ekonomi, kontrol social terhadap
pencegahan perilaku menyimpang dll
7. Keterbatasan Keadilan : mengupayakan keadilan atas dirinya dengan cara yang positif dan efektif. Terbentuknya perilaku tahan banting, sabar dan berjuang mencari solusi
atas apa saja yang menyakitkan yang menimpa dirinya menyangkut nilai keadilan
8. Keterbatasan Rasa Hormat/Pengahrgaan : rasa empati kepada siapapun termasuk
kepada orang yang tidak memberikan empati kepadanya Sikap percaya diri, tegar
dan berusaha mandiri dalam meraih kemajuan
9. Keterbatasan Kekuasaan : memiliki akses dan jaringan yang lebih luas baik dalam hal proses pengambilan keputusan politik yang menyangkut dirinya atau hal-hal yang biasa mengangkat posisi tawar menawar Terbentuknya perilaku demokratis, yang berani
menyuarakan aspirasinya secara jujur dan tanpa merasa takut, melakukan kontrol atas situasi sekelilingnya,  kehidupan diri dan kelompoknya
10. Keterbatasan Keamanan : mengembangkan system keterjaminan social dalam
rangka mengatasi tantangan hidup yang kadang-kadang sulit diduga. Terbentuknya perilaku kelompok dan kebersamaan, tolong menolong dalam menghadapi masalah-masalah individu maupun kelompok
11. Keterbatasan Kebebasan : cara melepaskan dari kungkungan yang melingkupi kehidupannya, baik segi ekonomis, maupun non ekonomis. Terbentuknya perilaku
dinamis yang menganggap tantangan bukan sebagai hambatan tetapi sebagai sesuatu hal yang harus diselesaikan secara tepat

b. Perspektif Eksternal
Peran pemerintah sebagai factor eksternal dalam pembangunan
kemiskinan menkadi semakin jelas apabila kita melihat dan membandingkan kinerja pemerintah dari masa ke masa.


Landasan Hukum Penanggulangan Kemiskinan
Dasar hukum utama penanggulangan kemiskinan adalah UUD 1945. Menurut pasal 34 UUD 1945 (amandemen keempat yang disyahkan tanggal 10 Agustus 1945, dalam Syaefudin, 2003) yang terdiri dari 4 ayat dicantumlkan secara jelas landasan program kemiskinan, sebagaimana berikut:
Ayat 1. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara
Ayat 2. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan
Ayat3. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak
Ayat 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Undang-Undang.
Pada tingkat yang lebih implementatif, dalam UU No. 5 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Syaefudin, 2003), disebutkan empat strategi penanggulangan kemiskinan, yaitu:
1) Penciptaan kesempatan (create ooportunity) melalui pemulihan ekonomi makro, pembangunan yang baik, dan peningkatan pelayanan umum
2) Pemberdayaan masyarakat (people empowerment) dengan meningkatkan akses terhadap sumberdaya ekonomi dan politik.
3) Peningkatan kemampuan (increasing capacity) melalui pendidikan dan perumahan.
4) Perlindungan social (social protection) untuk mereka yang memiliki cacat fisik, fakir miskin, kelompok masyarakat yang terisoloir, serta terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan korban konflik social.

Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
Mencermati sumber penyebab kemiskinan yang telah diuraikan maka upaya penanggulangan kemiskinan harus difasilitasi pada pemerintah. Sumber kemiskinan struktural selama ini telah nyata berasal dari kinerja pengelolaan pemerintah. Nilai-nilai normatif pemerintah yang baik yang diperlukan dalam penmanggulangan kemiskinan adalah:
1. Mengikutsertakan semua pihak dalam setiap program.
2. Transparan dan bertanggung jawab.
3. Efektif dan adil.
4. menjamin adanya supremasi hukum.
5. Cepat tanggap

artikel jurnal


MAKALAH
KEMISKINAN KOTA BESAR

Batasan Kemiskinan

Sajogyo (1988), mengartikan kemiskinan tidak sebatas hanya dicerminkan oleh rendahnya tingkat pendapatan dan pengeluaran. Sajogyo memandang kemiskinan secara lebih kompleks dan mendalam dengan ukuran delapan jalur pemerataan yaitu rendahnya peluang berusaha dan bekerja, tingkat pemenuhan pangan, sandang dan perumahan, tingkat pendidikan dan kesehatan, kesenjangan desa dan kota, peran serta masyarakat, pemerataan, kesamaan dan kepastian hukum dan pola keterkaitan dari beberapa jalur tersebut.
Menurut Bappenas (2002), kemiskinan adalah suatu situasi dan kondisi yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. Bank Dunia (1990) mendefinisikan kemiskinan adalah tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan US$ 1 per hari. Selanjutnya Bank Dunia menyebutkan dimensi kemiskinan adalah politik, sosial dan budaya, dan psikologi, ekonomi dan akses terhadap aset.
Ala (1981), mengartikan kemiskinan dari segi material dan non materialsebagai, ”tidak ada atau kurang (relatif sedikit) nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang berhasil diakomodasikan oleh aktor (aktor-aktor) yang sedikit banyak bersifat ”sah”. Melalui definisi ini, ada beberapa hal penting yang dapat dijelaskan :
(1) Nilai-nilai (Values)
Nilai-nilai dimaksudkan sebagai sesuatu yang dihargai tinggi oleh masyarakat. Nilai dalam masyarakat menurut Harold Laswell terdiri dari: power (kekuasaan), enlightenment (pendidikan/pengetahuan), wealth (harta benda/kekayaan), wellbeing (keadaan kesehatan), skill (ketrampilan), affection (kasih sayang), rectitude (keadilan), deference (penghargaan/penghormatan). Karl Deutsch menambah dua nilai lagi
yaitu: security (keamanan) dan liberty (kebebasan).
(2) Kemiskinan itu Multidimensional
Oleh karena banyaknya nilai yang ada dalam masyarakat, maka kemiskinan pun banyak dimensinya. Dari pengertian kemiskinan di atas diketahui ada sepuluh macam nilai yang ada dalam masyarakat, sehingga dengan demikian ada sepuluh macam dimensi atau aspek kemiskinan, yaitu miskin dalam hal kekuasaan, harta benda (kekayaan),
kesehatan, pendidikan (pengetahuan), ketrampilan/keahlian, cinta kasih, keadilan, penghormatan (penghargaan), keamanan dan kebebasan.
(3) Adanya Hubungan Diantara Aspek-aspek Kemiskinan
Kesepuluh aspek-aspek kemiskinan itu saling berhubungan satu sama lainnya, baik secara langsung maupun tidka langsung. Ini berarti, kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek kemiskinan dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran aspek-aspek lainnya. Hubungan aspek-aspek kemiskinan ini oleh Lukas Hendratta (dalam
Marliati, 1993) disebut dengan istilah ”spiral kemiskinan” (poverty spiral). Sifat antara hubungan diantara aspek-aspek ini adalah bahwa satu aspek dapat mempengaruhi aspek lainnya, baik dalam arti pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
(4) Aktor atau Aktor-aktor Kemiskinan
Aktor-aktor kemiskinan adalah para pelaku yang hanya sedikit atau tidak mampu mengakumulasikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Aktor bisa berupa individu, masyarakat, kelompok, organ.


Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
Menurut Ala (1981), penyebab kemiskinan dibedakan atas faktor
internal (endogen) dan faktor eksternal (eksogen).
1. Faktor Internal
Menurut Ala (1981), faktor internal adalah aktor (individu) itu sendirilah yang menyebabkan kemiskinan bagi dirinya sendiri. Menurut Alkostar (dalam Mahasin,1991), faktor internal yang menyebabkan kemiskinan adalah: sifat malas (tidak mau bekerja), lemah mental, cacat fisik dan cacat psikis (kejiwaan). Menurut Friedman (1979),
secara internal masyarakat miskin adalah karena malas mengakumulasikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
a. Kurang etos kerja: malas, fatalistik, takut menghadapi masa depan, kurang daya
juang Kurang kepedulian terhadap norma-norma susila: suburnya perilaku menyimpang (pelacuran, perceraian, kumpul kebo, minuman keras dan obat terlarang, pencurian, anak-anak terlantar, pengemis, pengamen, pencopet, keterasingan, kekerasan, ketidaksantunan, penodongan)
b. Keterbatasan Pendidikan/ Pengetahuan :
1. Tidak memiliki/tidak terjangkau biaya untuk menempuh
2. Tidak memikirkan pendidikan anak-anaknya
3. Sebagian masih buta huruf
4. Tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya
Learning process sangat terbatas untuk merubah perilakunya karena perilaku yang lebih produktif, lebih normatif bersumber dari learning process, berada dalam lingkungan dimana learning process tidak kondusif
c. Keterbatasan Harta Benda/Ekonomi : Tidak memiliki/minim aset, kurangnya lapangan kerja, ekonomi informal (jalanan, tidka diakui, tanpa fasilitas apa-apa), buruh kasar-upah rendah, tidak punya modal untuk memulai usaha, jaringan kredit yang tidak mudah, tidak mampu mengisi sektor kerja yang lebih formal, exchange properties yang
rendah, pekerjaan, tidak tetap, pengangguran, kerja berbau kriminal
d. Keterbatasan Kesehatan : Pangan yang tidak memenuhi kebutuhan fisik
(bahkan sering kelaparan); Rumah yang tidak layak (multiguna, tempat kerja, untuk tempat jualan, menumpuk dan memilah-milah barang bekas, kerajinan dan berbagai kegiatan ekonomi sektor informal lainnya; lingkungan perumahan yang tidak sehat (kumuh), MCK yang tidak layak/pinggir kali, listrik yang terbatas, air bersih terbatas; lemahnya ketahanan fisik karena rendahnya konsumsi pangan baik kuantitas maupun kualitas sehingga konsumsi gizi mereka sangat rendah yang berakibat pada rendahnya produktivitas mereka; bila sakit tak mampu berobat, bahkan anak sering sakit karena
mengkonsumsi air yang tidak bersih
e. Keterbatasan Ketrampilan : Rendahnya learning process karena tidak memiliki
biaya untuk mengikuti sekolah, kursus, atau pelatihan yang menambah ketrampilan mereka
f. Keterbatasan Kasih Sayang : Kurangnya masyarakat terhadap keberadaannya
akibat budaya materialistik
g. Keterbatasan Keadilan : Menjadi korban ketidak adilan oleh dirinya sendiri, oleh orang kelompoknya, kelompok kaya, maupun oleh pemerintah. Karena sifatnya yang menjadi
masalah/beban dan tidak produktif maka tidak memiliki daya tarik. Daya tarik oleh perusahaandengan gaji rendah.
h. Keterbatasan Penghargaan : Tersingkirkan dari institusi masyarakat atau bahkan
pemerintrah. Hanya sering dipolitisasi tapi jarang direalisasi perbaikan nasibnya
i. Keterbatasan Kekuasaan : Suaranya jarang didengar baik secara kelompok
apalagi secara individu, Tidka cukup kekuatan tawar menawar/tidak berdaya untuk memperjuangkan nasibnya/tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan
yang menyangkut hidup mereka, jarang menang dalam bernegosiasi ekonomi
j. Keterbatasan Keamanan : Keterbatasan keamanan Lokasi usaha ditertibkan Tibum; tinggal di tanah negara; lingkungan masalah-masalah sosial lain
k. Keterbatasan Kebebasan : Terhimpit persoalan hidup sehari-hari untuk mencari
makan, terhimpit hutang, tempat tinggal di tanah negara, li gkungan kumuh yang tidak sehat
2. Faktor Eksternal
Menurut Ala (1981), kemiskinan yang disebabkan faktor eksternal
(eksogen) adalah terjadinya kemiskinan disebabkan oleh-oleh factor10
faktor yang berada di luar diri si aktor tersebut. Faktor eksternal terdiri dari:
Faktor Alamiah dan Faktor Buatan (struktural).
3. Faktor Alamiah
Ada beberapa faktor alamiah yang menyebabkan kemiskinan,
antara lain: keadaan alam yang miskin, bencana alam, keadaan iklim
yang kurang menguntungkan. Kemiskinan alamiah dapat juga ditandai
dengan semakin menurunnya kemampuan kerja anggota keluarga
karena usisa bertambah dan sakit keras untuk waktu yang cukup lama.
4. Faktor Buatan(Struktural)
Faktor buatan yaitu terjadinya masyarakat miskin karena tidak mempunyai kemampuan untuk beradaptasi secara cepat (dalam arti yang menguntungkan) terhadap perubahan-perubahan teknologi maupun ekonomi, mengakibatkan kesempatan kerja yang dimiliki mereka semakin tertutup. Mereka tidak mendapatkan hasil yang proporsional dari keuntungan-keuntungan akibat dari perubahanperubahan itu.
Menurut Frans Seda (Ala, 1981), kemiskinan buatan (struktural) itu adalah buatan manusia, dari manusia dan terhadap manusia pula. Kemiskinan yang timbul oleh dan dari struktur-struktur (buatan manusia), dapat mencakup baik struktur ekonomi, politik, social dan kultur. Strukturstruktur ini terdapat pada lingkup nasional maupun internasional. Hal ini senada dengan pendapat Soedjatmoko (1980, dalam Prisma, 1989), “Pola ketergantungan, pola kelemahan dan eksploitasi golongan miskin berkaitan juga dengan pola organisasi institusional pada tingkat nasional dan internasional”.
Menurut Alkostar (Mahasin, 1991), faktor eksternal penyebab terjadinya gelandangan (kaum miskin) adalah:
(1) Faktor ekonomi: kurangnya lapangan kerja; rendahnya pendapatan per kapita dan tidak tercukupinya kebutuhan hidup.
(2) Faktor Geografi: daerah asal yang minus dan tandus sehingga tidak memungkinkan pengolahan tanahnya.
(3) Faktorl Sosial: arus urbanisasi yang semakin meningkat dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosialnya.
(4) Faktor Pendidikan: relatif rendahnya tingkat pendidikan baik formal maupun informal.
(5) Faktor Kultural: pasrah kepada nasib dan adat istiadat yang merupakan rintangan dan hambatan mental.
(6) Faktor lingkungan keluarga dan sosialisasi.
(7) Faktir kurangnya aasar-dasar ajaran agama sehingga menyebabkan tipisnya iman, membuat mereka tidak mau berusaha.


MAKALAH LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA


MAKALAH

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA


LEMBAGA LEGISTATIF                        à  pembuat peraturan perundang-undangan
Terdiri dari :  MPR, DPR, DPD

LEMBAGA EKSEKUTIF                        à  pelaksana undang-undang
Terdiri dari :  Presiden

LEMBAGA YUDIKATIF                       à  mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-
      undangan
Terdiri dari :  MA, MK, KY


MPR (MAJELIS PERMUSYAWARTAN RAKYAT)
·         Berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara.
·         Anggotannya terdiri atas anggota DPR dan DPD.
·         Bersidang paling sedikit 1 kali dalam 5 tahun tetapi dalam keadaan mendesak MPR dapat bersidang lebih dari sekali dalam 5 tahun yang disebut “sidang istimewa”.

·         Tugas MPR
1.      Mengubah dan menetapkan UUD.
2.      Melantik Presiden dan Wakil Presiden.
3.      Memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatan.

·         Hak MPR adalah mengajukan usul perubahan pasal UUD.

·         Kewajiban MPR adalah menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional.


DPR (DEWAN PERWAKILAN RAKYAT)
·         Berkedudukan sebagai lembaga negara.
·         Anggotanya terdiri atas anggota partai politik peserta Pemilu yang dipilih berdasarkan hasil Pemilu.

·         Fungsi DPR
1.      Fungsi legislasi à  membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden.
2.      Fungsi anggaran à  menyusun APBN bersama presiden.
3.      Fungsi pengawasan  à  melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UUD 1945, undang-undang, dan peraturan pelaksanaannya.

·         Hak-hak DPR
1.      Hak angket à  melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah.
2.      Hak Interpelasi à  meminta keterangan kepada presiden.
3.      Hak Imunitas à  tidak dituntut dalam pengadilan karena pernyataannya dalam sidang.
4.      Hak budget à  hak untuk membahas RAPBN.
5.      Hak mengajukan usul atau pendapat.
6.      Hak mengajukan usul RUU.

·         Ruang lingkup kerja Komisi DPR

Komisi I
Bidang luar negeri, pertahanan, dan informasi
Komisi II
Bidang pemerintahan, otonomi daerah, dan aparatur negara
Komisi III
Bidang hukum dan keamanan
Komisi IV
Bidang pertanian, kehutanan, kelautan, dan perikanan
Komisi V
Bidang perhubungan, telekomunikasi, dan pekerjaan umum
Komisi VI
Bidang industri, perdagangan, investasi, dan BUMN
Komisi VII
Bidang pertambangan dan lingkungan hidup
Komisi VIII
Bidang sosial, agama, dan pemberdayaan perempuan
Komisi IX
Bidang kesehatan dan tenaga kerja
Komisi X
Bidang pendidikan, pemuda, dan olah raga
Komisi XI
Bidang keuangan dan perbankan
Panitia Anggaran
Seputar RAPBN


DPD (DEWAN PERWAKILAN DAERAH)
·         Berkedudukan sebagai lembaga negara.
·         Anggotanya terdiri atas wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih melalui Pemilu
·         Anggota DPD setiap propinsi sama.
·         Jumlah seluruh anggota DPD tidak boleh lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR.

·         Tugas DPD
1.      Mengajukan RUU kepada DPR berkait dengan otonomi daerah.
2.      Membahas UU yang berkaitan dengan otonomi daerah bersama DPR.
3.      Membahas hubungan antara pusat dan dan daerah bersama DPR.
4.      Membahas masalah sumber daya alam dan sumber daya ekonomi.
5.      Membahas masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah.
6.      Memberikan masukan kepada DPR atas RUU APBN pajak, pendidikan, dan agama.





PRESIDEN
·         Berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD artinya kekuasaan presiden dibatasi oleh UUD.
·         Dipilih melalui Pemilu untuk masa jabatan 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan.
·         Dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh wakil presiden.
·         Presiden adalah kepala eksekutif.

·         Tugas legislatif presiden bersama DPR
1.      Membentuk undang-undang.
2.      Menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
3.      Menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

BPK (BADAN PEMERIKSA KEUANGAN)
·         Berkewajiban memeriksa tanggung jawab keuangan negara
·         Merupakan satu-satunya lembaga pemeriksa keuangan eksternal negara.
·         Hasil pemeriksaan dilaporkan kepada DPR, DPD, DPRD

MA (MAHKAMAH AGUNG)
·         Segala urusan mengenai peradilan baik menyangkut teknis yudisial maupun urusan organisasi, administrasi, dan finansial berada di bawah kekuasaan MA

·         Wewenang MA
1.      Mengadili pada tingkat kasasi.
2.      Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang .


MK (MAHKAMAH KONSTITUSI)
·         Merupakan lembaga baru di bidang kekuasaan kehakiman sesuai dengan Pasal 24 ayat 2.

·         Wewenang MK
1.      Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji undang-undang terhadap UUD.
2.      Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
3.      Memutuskan pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilu.

  
KY (KOMISI YUDISIAL)
·         Tujuan dibentuknya KY adalah :
1.      Agar masyarakat dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim.
2.      Untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan YME.
·         Anggotanya diangkat dan diberhentikan presiden dengan persetujuan DPR.

·         Tugas KY
1.      Mengusulkan pengangkatan hakim agung.
2.      Mengusulkan nama calon hakim agung.
3.      Ikut menjaga dan menegakkan kehormatan dan martabat perilaku hakim.