Saturday, March 18, 2017

ARTIKEL PEREMPUAN DALAM KONSTRUKSI GENDER



ARTIKEL KONSEPTUAL
ARTIKEL PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF GENDER


               Pada era ini, pemberdayaan perempuan dalam konstruksi gender menggunakan fokus utama pola relasi laki-laki dan perempuan, yaitu pendekatan yang digunakan dalam menekankan prinsip kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan laki-laki. Pendekatan dilakukan tidak hanya memperhatikan perempuan, tetapi juga memperhatikan perempuan dalam konstruksi sosial gender yang memberi peran tertentu pada perempuan maupun laki-laki.
Segala upaya intervensi tidak selalu kepada peningkatan ekonomi, melainkan didukung oleh perubahan paradigma dan transformasi kekuasaan laki-laki kepada perempuan, termasuk meningkatkan peran perempuan dalam posisi pengambilan keputusan. Strategi yang digunakan pun tidak selalu bertumpu pada lali-laki, tetapi sudah mengakomodasi kebutuhan, pengalaman, aspirasi dan ketidakadilan yang dialami perempuan. Paradigma melihat perempuan bukanlah perempuan sebagai masalah, tapi sebagai mitra sejajar yang harus mulai dilibatkan dalam upaya-upaya mencapai kesetaraan hubungan keduanya. 

          Di Indonesia sendiri, kini hadir beberapa Aliansi dan gerakan pelibatan perempuan untuk mencapai kesetaraan gender. Namun tentunya perlu waktu dan proses yang tidak cepat hingga sampai ke ranah paradigma kesetaraan gender dimana tidak ada lagi pelabelan negatif dan pengkotak-kotakan peran yang berasal dari pembakuan peran yang tidak adil terhadap laki-laki dan perempuan.
Peran informasi dan advokasi saja juga dirasa kurang cukup untuk meningkatkan peran perempuan dalam ranah publik. Namun, perubahan pada tataran struktural dan paradigma-lah kunci utamanya. Itulah upaya sejati untuk menggapai kesetaraan dan keadilan gender. Ketika hubungan antara laki-laki dan perempuan dan antara perempuan dan perempuan sudah tidak lagi dibeda-bedakan, antara kaya miskin dan pembakuan peran gender yang merugikan, niscaya itulah kesetaraan (equality) dan keadilan (equity) yang sesungguhnya.

             Budaya media (media culture) menunjuk pada suatu keadaan di mana tampilan audio dan visual atau tontotan-tontonan telah membantu merangkai kehidupan sehari-hari, mendominasi proyek-proyek hiburan, membentuk opini politik dan perilaku sosial, bahkan memberikan suplai materi untuk membentuk identitas seseorang (Kellner, 1996). Media cetak, radio, televisi, film, internet dan bentuk-bentuk akhir teknologi media lainnya telah menyediakan definisi-definisi untuk menjadi laki-laki atau perempuan, membedakan status-status seseorang berdasarkan kelas, ras, maupun seks. (Maria Hartiningsih, 2003)
Dalam masyarakat, sering muncul pandangan bahwa perempuan adalah objek seks yang fungsi utamanya di dunia, adalah untuk melayani pria. Dan karena dicitrakan sebagai objek seks, persepsi bahwa perempuan harus tampil dan berperilaku sebagai objek seks adalah suatu keharusan. Perempuan harus tampil dengan menonjolkan daya tarik seksual, harus bersedia mengalami pelecehan seksual dan harus memaklumi perilaku seksual agresif pria. Semua citra itu berada di dalam pemberitaan media massa kita, juga dalam sinetron-sinetron di televisi.
Fenomena lain yang bisa mengungkapkan adanya bias gender dalam media massa adalah maraknya terbitan media massa dengan isi yang lebih mengedepankan pornografi. Terbitan seperti ini di berbagai wilayah di Indonesia memenuhi tempat-tempat penjualan majalah dan surat kabar. Seperti diketahui, media massa yang demikian menjadikan perempuan sebagai komoditas dan produk yang memiliki nilai jual tinggi. Para pengelola media massa ini melihat perempuan hanya sebatas barang dagangan, objek seksual, dan pemuas laki-laki.
Tetapi sebenarnya media juga merupakan sarana atau bisa dijadikan sebagai solusi yang efektif untuk mensosialisasikan cara pandang yang positif terhadap perempuan. Di tengah maraknya komodifikasi tubuh dan seksualitas perempuan, telah muncul upaya dari sejumlah pekerja media yang menyadari akan tanggungjawabnya untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik dan adil. Oleh karena itu pengembangan bentuk-bentuk tayangan atau produk alternatif perlu terus diupayakan untuk memerangi kekuatan masif adanya kecenderungan objektifikasi perempuan dalam media.
Selain itu, solusi lewat dunia pendidikan, para wanita dapat meningkatkan kualitas dan kompetensi, sehingga mereka akan memiliki “harga”. Kemudian dari pemerintah, solusi bisa diperoleh melalui komisi penyiaran yang harus memiliki kemampuan dalam memberikan regulasi yang jelas dan tegas untuk mendukung kesetaraan gender.

     Kiprah kaum perempuan dalam pembangunan sangatlah diperlukan. Untuk itulah kaum perempuan hendaknya mengambil peran strategis dalam proses pembangunan, agar kaum perempuan ikut memastikan arah gerak negara, sehingga kaum perempuan mendapatkan hak dasarnya sebagai manusia yang mulia. Dengan keterlibatan kaum perempuan, maka kepentingan kaum perempuan akan lebih tersalurkan dan lebih dari itu, kebijakan-kebijakan yang muncul akan mencerminkan suatu kebijakan yang berorientasi pada kesetaraan dan keadilan gender. Adapun peran strategis yang dapat dijalankan oleh kaum perempuan meliputi:
Pertama, peran untuk ambil bagian dalam merancang suatu model baru pembangunan, yang digerakkan oleh suatu tata kelola pemerintahan yang baik dan adil gender. Kaum perempuan dapat mendorong berkembangnya pandangan baru dan ukuran-ukuran baru, sehingga kiprah kaum perempuan tetap dilihat dalam kacamata perempuan dan bukan kacamata yang bias gender.
Kedua, peran untuk ambil bagian dalam proses politik, khususnya proses pengambilan keputusan politik yang dapat berimplikasi pada kehidupan publik. Dalam hal ini, kaum perempuan sudah saatnya membangun keberanian untuk memasuki ranah politik, baik menjadi penggerak partai politik, masuk ke parlemen, atau berjuang melalui posisi kepala daerah.
Ketiga, peran untuk ambil bagian dalam proses sosial-ekonomi dan produksi, serta proses kemasyarakatan yang luas. Kaum perempuan dapat menjadi penggerak kebangkitan perekonomian nasional yang lebih berkarakter, yakni perekonomian yang berbasis produksi, bukan konsumsi.
Oleh karena itu, kaum perempuan sudah saatnya memanfaatkan ruang yang telah terbuka dengan sebaik-baiknya. Beberapa kebijakan yang mulai memperlihatkan suatu kesadaran tentang kesetaraan dan keadilan gender, tentu perlu diperluas dan pada gilirannya, arah dan seluruh gerak negara, berorientasi pada usaha membangun tata kehidupan yang setara dan berkeadilan.

      Diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan didasarkan pada gender, ras, agama, umur, atau karakteristik yang lain. Diskriminasi juga terjadi dalam peran gender. Sebenarnya inti dari diskriminasi adalah perlakuan berbeda. Akibat pelekatan sifat-sifat gender tersebut, timbul masalah ketidakadilan (diskriminasi) gender.
Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender antara lain :
a)    Marginalisasi
Proses peminggiran atau penyisihan yang mengakibatkan dalam keterpurukan. Hal ini banyak terjadi dalam masyarakat di negara berkembang, seperti penggusuran dari kampung halaman, eksploitasi. Namun, pemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari progam pembangunan seperti intersifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan ketrampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh prempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki.


Contoh lain marginalisasi :
a.    Design teknologi terbaru diciptakan untuk laki laki, dengan postur tun
b.    Mesin mesin digerakkan  membutuhkan tenaga laki laki
c.    Bay sister adalah perempuan
d.    Perusahaan garmen banyak membutuhkan perempuan
e.    Direktur banyak oleh laki laki.

b)   Sub ordinasi
Sub ordinasi pada dasaranya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakkan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan.
Contoh sub ordinasi :
a.    Persyaratan melanjutkan studi untuk istri harus ada ijin suami
b.    Dalam jabatan kepanitiaan, perempuan paling tinggi adalah sebagai sekretaris

c)    Pandangan Stereotip
Adalah penandaan atau cap yang sering bermakna negatif. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotip yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin perempuan, misalnya :
a.  Pekerjaan di rumah seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah diidentikkan dengan pekerjaan perempuan atau ibu rumah tangga
b.  Laki-laki sebagai pencari nafkah yang utama, harus diperlakukan dengan istimewa di dalam rumah tangga, misalnya yang berkaitan dengan makan

Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara. Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah utama, (breadwinner), mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.

d)    Kekerasan
Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan muncul dalam berbagai bentuk. Kata kekerasan merupakan terjemahan dari violence artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti pemerkosaan, pemukulan dan penyiksaan tetapi bersifat nonfisik seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional akan terusik.
Adapun contoh-contoh tindak kekerasan yaitu :
a.    Suami memperketat istri dalam urusan ekonomi keluarga
b.    Suami melarang istri bersosialisasi di masyarakat
c.    Istri mencela pendapat suami di depan umum
d.    Istri merendahkan martabat suami di hadapan masyarakat
e.    Suami membakat/ memukul istri

e)    Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedaan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.

5.     Peran keluarga dalam penentuan peran gender anak bermacam-macam tergantung dari jenis kelamin dan usia anak. Dalam keluarga, karena ibu lebih banyak bertanggung jawab dalam pendidikan anak selama awal masa kanak-kanak dibandingkan dengan ayah, maka ibu lebih berperan dalam penentuan peran gender anak. Dengan bertambahnya usia dan meluasnya lingkup anak, anak menemukan bahwa peran ayah lebih bergengsi daripada peran ibu. Akibatnya, ayah mempunyai pengaruh lebih besar pada penentuan peran gender anak (Supriyantini, 2002).
Orangtua mungkin tidak menyadari, sebenarnya gaya pengasuhan antara ayah dan ibu berbeda. Hal ini dikarenakan, pada dasarnya gender laki-laki dan perempuan berbeda,  baik dalam pola kehidupan, latar belakang maupun pekerjaannya. Perbedaan pada gaya ayah dan ibu sangat wajar, mengingat pada bapak-bapak, secara fisik memang lebih kuat dari ibu-ibu. Selain itu, secara umum bapak-bapak adalah breadwinners (pencari nafkah) dalam keluarga.

Namun begitu, keduanya tetap harus sinergis dalam membangun kehidupan anak. ayah dan ibu tetap memiliki peranan yang sama besarnya dalam membangun anak. Kalau ayah lebih kepada membangun visi dan misi, dan menumuhkan kompetensi dan percaya diri. Ibu lebih kepada memberikan kasih sayang, sentuhan, memeluk, memberikan contoh kasih sayang, ataupun mengajak anak ngobrol (Verauli, 2012). Secara umum, ayah dan ibu memiliki peran yang sama dalam pengasuhan pendidikan gender bagi anak-anaknya. Namun ada sedikit perbedaan sentuhan dari apa yang ditampilkan oleh ayah dan ibu (Verauli, 2009).


a. Peran ibu
1. Menumbuhkan perasaan mencintai dan mengasihi pada anak melalui interaksi yang jauh melibatkan sentuhan fisik dan kasih sayang.
2. Menumbuhkan kemampuan berbahasa pada anak melalui kegiatan-kegiatan bercerita dan mendongeng, serta melalui kegiatan yang lebih dekat dengan anak, yakni berbicara dari hati ke hati kepada anak.
3. Mengajarkan tentang peran jenis kelamin perempuan, tentang bagaimana harus  bertindak sebagai perempuan, dan apa yang diharapkan oleh lingkungan sosial dari seorang perempuan.

b. Peran ayah
1. Menumbuhkan rasa percaya diri dan kompeten pada anak melalui kegiatan bermain yang lebih kasar dan melibatkan fisik baik di dalam maupun di luar ruang.
2. Menumbuhkan kebutuhan akan hasrat berprestasi pada anak melalui kegiatan mengenalkan anak tentang berbagai kisah tentang cita-cita.
3. Mengajarkan tentang peran jenis kelamin/ gender laki-laki, tentang bagaimana harus bertindak sebagai laki-laki, dan apa yang diharapkan oleh lingkungan sosial dari laki-laki.

Peran orangtua dalam pengasuhan anak berubah seiring pertumbuhan dan  perkembangan anak. Karenanya, diharapkan orangtua bisa memahami fase-fase  perkembangan anak dan mengimbanginya.

No comments:

Post a Comment