MAKALAH
KEMISKINAN KOTA BESAR
KEMISKINAN KOTA BESAR
Batasan Kemiskinan
Sajogyo (1988), mengartikan kemiskinan tidak
sebatas hanya dicerminkan oleh rendahnya tingkat pendapatan dan pengeluaran.
Sajogyo memandang kemiskinan secara lebih kompleks dan mendalam dengan ukuran
delapan jalur pemerataan yaitu rendahnya peluang berusaha dan bekerja, tingkat
pemenuhan pangan, sandang dan perumahan, tingkat pendidikan dan kesehatan,
kesenjangan desa dan kota, peran serta masyarakat, pemerataan, kesamaan dan
kepastian hukum dan pola keterkaitan dari beberapa jalur tersebut.
Menurut Bappenas (2002), kemiskinan adalah
suatu situasi dan kondisi yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang
tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap
manusiawi. Bank Dunia (1990) mendefinisikan kemiskinan adalah tidak tercapainya
kehidupan yang layak dengan penghasilan US$ 1 per hari. Selanjutnya Bank Dunia
menyebutkan dimensi kemiskinan adalah politik, sosial dan budaya, dan
psikologi, ekonomi dan akses terhadap aset.
Ala (1981), mengartikan kemiskinan dari segi
material dan non materialsebagai, ”tidak ada atau kurang (relatif sedikit)
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang berhasil diakomodasikan oleh aktor
(aktor-aktor) yang sedikit banyak bersifat ”sah”. Melalui definisi ini, ada
beberapa hal penting yang dapat dijelaskan :
(1) Nilai-nilai (Values)
Nilai-nilai dimaksudkan sebagai sesuatu yang
dihargai tinggi oleh masyarakat. Nilai dalam masyarakat menurut Harold Laswell
terdiri dari: power (kekuasaan),
enlightenment (pendidikan/pengetahuan),
wealth (harta
benda/kekayaan), wellbeing (keadaan
kesehatan), skill (ketrampilan),
affection (kasih
sayang), rectitude (keadilan), deference (penghargaan/penghormatan). Karl Deutsch menambah dua nilai lagi
yaitu: security (keamanan) dan liberty (kebebasan).
(2) Kemiskinan itu Multidimensional
Oleh karena banyaknya nilai yang ada dalam
masyarakat, maka kemiskinan pun banyak dimensinya. Dari pengertian kemiskinan
di atas diketahui ada sepuluh macam nilai yang ada dalam masyarakat, sehingga
dengan demikian ada sepuluh macam dimensi atau aspek kemiskinan, yaitu miskin
dalam hal kekuasaan, harta benda (kekayaan),
kesehatan, pendidikan (pengetahuan),
ketrampilan/keahlian, cinta kasih, keadilan, penghormatan (penghargaan),
keamanan dan kebebasan.
(3) Adanya Hubungan Diantara Aspek-aspek
Kemiskinan
Kesepuluh aspek-aspek kemiskinan itu saling
berhubungan satu sama lainnya, baik secara langsung maupun tidka langsung. Ini
berarti, kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek kemiskinan dapat mempengaruhi
kemajuan atau kemunduran aspek-aspek lainnya. Hubungan aspek-aspek kemiskinan
ini oleh Lukas Hendratta (dalam
Marliati, 1993) disebut dengan istilah
”spiral kemiskinan” (poverty spiral). Sifat
antara hubungan diantara aspek-aspek ini adalah bahwa satu aspek dapat
mempengaruhi aspek lainnya, baik dalam arti pengaruh positif maupun pengaruh
negatif.
(4) Aktor atau Aktor-aktor Kemiskinan
Aktor-aktor kemiskinan adalah para pelaku yang hanya sedikit atau tidak
mampu mengakumulasikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Aktor bisa berupa
individu, masyarakat, kelompok, organ.
Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
Menurut Ala (1981), penyebab kemiskinan
dibedakan atas faktor
internal (endogen) dan faktor eksternal
(eksogen).
1. Faktor Internal
Menurut Ala (1981), faktor internal adalah
aktor (individu) itu sendirilah yang menyebabkan kemiskinan bagi dirinya
sendiri. Menurut Alkostar (dalam Mahasin,1991), faktor internal yang menyebabkan
kemiskinan adalah: sifat malas (tidak mau bekerja), lemah mental, cacat fisik
dan cacat psikis (kejiwaan). Menurut Friedman (1979),
secara internal masyarakat miskin adalah
karena malas mengakumulasikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
a. Kurang etos kerja: malas,
fatalistik, takut menghadapi masa depan, kurang daya
juang Kurang kepedulian terhadap norma-norma
susila: suburnya perilaku menyimpang (pelacuran, perceraian, kumpul kebo,
minuman keras dan obat terlarang, pencurian, anak-anak terlantar, pengemis,
pengamen, pencopet, keterasingan, kekerasan, ketidaksantunan, penodongan)
b. Keterbatasan Pendidikan/ Pengetahuan
:
1. Tidak memiliki/tidak terjangkau biaya
untuk menempuh
2. Tidak memikirkan pendidikan anak-anaknya
3. Sebagian masih buta huruf
4. Tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya
Learning process sangat
terbatas untuk merubah perilakunya karena perilaku yang lebih produktif, lebih
normatif bersumber dari learning process, berada dalam lingkungan dimana learning process tidak kondusif
c. Keterbatasan Harta Benda/Ekonomi : Tidak
memiliki/minim aset, kurangnya lapangan kerja, ekonomi informal (jalanan, tidka
diakui, tanpa fasilitas apa-apa), buruh kasar-upah rendah, tidak punya modal
untuk memulai usaha, jaringan kredit yang tidak mudah, tidak mampu mengisi
sektor kerja yang lebih formal, exchange properties yang
rendah, pekerjaan, tidak tetap, pengangguran,
kerja berbau kriminal
d. Keterbatasan Kesehatan : Pangan
yang tidak memenuhi kebutuhan fisik
(bahkan sering kelaparan); Rumah yang tidak
layak (multiguna, tempat kerja, untuk tempat jualan, menumpuk dan memilah-milah
barang bekas, kerajinan dan berbagai kegiatan ekonomi sektor informal lainnya;
lingkungan perumahan yang tidak sehat (kumuh), MCK yang tidak layak/pinggir
kali, listrik yang terbatas, air bersih terbatas; lemahnya ketahanan fisik
karena rendahnya konsumsi pangan baik kuantitas maupun kualitas sehingga
konsumsi gizi mereka sangat rendah yang berakibat pada rendahnya produktivitas
mereka; bila sakit tak mampu berobat, bahkan anak sering sakit karena
mengkonsumsi air yang tidak bersih
e. Keterbatasan Ketrampilan : Rendahnya
learning process karena
tidak memiliki
biaya untuk mengikuti sekolah, kursus, atau pelatihan
yang menambah ketrampilan mereka
f. Keterbatasan Kasih Sayang : Kurangnya
masyarakat terhadap keberadaannya
akibat budaya materialistik
g. Keterbatasan Keadilan : Menjadi
korban ketidak adilan oleh dirinya sendiri, oleh orang kelompoknya, kelompok
kaya, maupun oleh pemerintah. Karena sifatnya yang menjadi
masalah/beban dan tidak produktif maka tidak memiliki
daya tarik. Daya tarik oleh perusahaandengan gaji rendah.
h. Keterbatasan Penghargaan : Tersingkirkan
dari institusi masyarakat atau bahkan
pemerintrah. Hanya sering dipolitisasi tapi
jarang direalisasi perbaikan nasibnya
i. Keterbatasan Kekuasaan : Suaranya
jarang didengar baik secara kelompok
apalagi secara individu, Tidka cukup kekuatan
tawar menawar/tidak berdaya untuk memperjuangkan nasibnya/tidak memiliki akses
ke proses pengambilan keputusan
yang menyangkut hidup mereka, jarang menang
dalam bernegosiasi ekonomi
j. Keterbatasan Keamanan : Keterbatasan
keamanan Lokasi usaha ditertibkan Tibum; tinggal di tanah negara; lingkungan
masalah-masalah sosial lain
k. Keterbatasan Kebebasan : Terhimpit
persoalan hidup sehari-hari untuk mencari
makan, terhimpit hutang, tempat tinggal di
tanah negara, li gkungan kumuh yang tidak sehat
2. Faktor Eksternal
Menurut Ala (1981), kemiskinan yang
disebabkan faktor eksternal
(eksogen) adalah terjadinya kemiskinan
disebabkan oleh-oleh factor10
faktor yang berada di luar diri si aktor
tersebut. Faktor eksternal terdiri dari:
Faktor Alamiah dan Faktor Buatan
(struktural).
3. Faktor Alamiah
Ada beberapa faktor alamiah yang menyebabkan
kemiskinan,
antara lain: keadaan alam yang miskin,
bencana alam, keadaan iklim
yang kurang menguntungkan. Kemiskinan
alamiah dapat juga ditandai
dengan semakin menurunnya kemampuan kerja
anggota keluarga
karena usisa bertambah dan sakit keras
untuk waktu yang cukup lama.
4. Faktor Buatan(Struktural)
Faktor buatan yaitu terjadinya masyarakat
miskin karena tidak mempunyai kemampuan untuk beradaptasi secara cepat (dalam
arti yang menguntungkan) terhadap perubahan-perubahan teknologi maupun ekonomi,
mengakibatkan kesempatan kerja yang dimiliki mereka semakin tertutup. Mereka
tidak mendapatkan hasil yang proporsional dari keuntungan-keuntungan akibat
dari perubahanperubahan itu.
Menurut Frans Seda (Ala, 1981),
kemiskinan buatan (struktural) itu adalah buatan manusia, dari manusia dan
terhadap manusia pula. Kemiskinan yang timbul oleh dan dari
struktur-struktur (buatan manusia), dapat mencakup baik struktur ekonomi,
politik, social dan kultur. Strukturstruktur ini terdapat pada lingkup nasional
maupun internasional. Hal ini senada dengan pendapat Soedjatmoko (1980, dalam
Prisma, 1989), “Pola ketergantungan, pola kelemahan dan eksploitasi golongan
miskin berkaitan juga dengan pola organisasi institusional pada tingkat
nasional dan internasional”.
Menurut Alkostar (Mahasin, 1991), faktor
eksternal penyebab terjadinya gelandangan (kaum miskin) adalah:
(1) Faktor ekonomi: kurangnya lapangan kerja;
rendahnya pendapatan per kapita dan tidak tercukupinya kebutuhan hidup.
(2) Faktor Geografi: daerah asal yang minus
dan tandus sehingga tidak memungkinkan pengolahan tanahnya.
(3) Faktorl Sosial: arus urbanisasi yang
semakin meningkat dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam usaha
kesejahteraan sosialnya.
(4) Faktor Pendidikan: relatif rendahnya
tingkat pendidikan baik formal maupun informal.
(5) Faktor Kultural: pasrah kepada nasib dan
adat istiadat yang merupakan rintangan dan hambatan mental.
(6) Faktor lingkungan keluarga dan
sosialisasi.
(7) Faktir kurangnya aasar-dasar ajaran agama sehingga menyebabkan tipisnya
iman, membuat mereka tidak mau berusaha.
No comments:
Post a Comment