Sunday, March 19, 2017

MAKALAH Arti Penting Disiplin Diri "Discipline in the family"

MAKALAH

Arti Penting Disiplin Diri

"Discipline in the family"

            Anak yang berdisiplin diri memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya, aturan – aturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan dari disiplin diri adalah mengupayakan pengembangan minat anak, disiplin belajar anak dan mengembangkan anak menjadi manusia yang baik, yang akan menjadi sahabat, tetangga, dan warga negara yang baik. Kenyataan dilapangan menunjukkan perilaku beberapa mahasiswa sebagai perwujudan rendahnya disiplin diri seperti perkelahian antar remaja, kumpul kebo, balap motor di jalan raya, meminum – minuman keras dan pemerkosaan. Penyebab yang melatarbelakangi beberapa kasus ketidakdisiplinan remaja diatas, di duga dari upaya orang tua yang belum menghadirkan situasi dan kondisi yang dapat dirasakan dan dihayati anak, sehingga anak berdialog dan terpanggil untuk belajar memiliki dan mengembangkan dasar – dasar disiplin diri. Oleh karena itu keluarga diduga sebagai penyebab dari anak tidak berdisiplin diri.

            Disiplin diri merupakan produj dari disiplin. Kontrol diri memiliki substansi dii, perekaman determinasi diri terhadap penguatan, dan adminstrasi diri terhadap penguatan ( Gnagey dalam Shochib,1997 : 22 ). Assemen dapat dimiliki anak jika orang tua mampu membantu anak menyadari dan menghayati perilakunya. Artinya, dalam hal ini orang tua dituntut untuk membantu anak agar dapat membaca perilaku – perilakunya. Apakah mereka telah melakukan penyimpangan terhadap nilai- nilai moral atau telah melakukan tindakan sesuai dengan nilai – nilai moral. Jika mereka telah mampu melihat perilaku – perilakunya maka dengan sendirinya mereka akan menyadari apakah perilakunya telah menyimpang atau tidak dari nilai – nilai moral. Kesadaran ini akan menghindarkan mereka dari mengulang kesalahan yang sama serta dapat meningkatkan perilaku – perilaku yang patuh terhadap nilai – nilai moral.

            Dengan demikian, jika setiap orang tua telah mampu untuk membantu anaknya untuk memiliki kontrol diri berarti mereka telah mampu :
  1. Membantu anak untuk memiliki manajemen diri
  2. Melakukan intervensi kognitif pada diri anak
  3. Memberikan kontribusi positif kepada anak
  4. memberikan hukuman yang tepat.
Posisi stategis yang dimiliki orang tua dalam membantu agar anak memilki dan mengembangkan dasar – dasar disiplin berarti “ orang tua meletakkan dasar – dasar “ disiplin diri bagi anaknya. Lebih jauh, tugas dan kewajiban orang tua adalah membantu anak yang baru lahir yang memerlukan bantuan darinya dan orang disekitarnya. Jika manusia yang baru lahir tidak memperoleh bantuan maka ia tidak dapat melangsungkan kehidupan sebagai manusia yang ormal, bahkan mungkintidak dapat melangsungkan hidupnya sama sekali.

          
  Keberhasilan seorang anak disekolah adalah anak yang berlatar belakang dari keluaraga yang berhubungan akrab dengan orang tua, penuh kasih sayang, dan menerapakn disiplin berdasarkan kecintaan. Pernyataan ini didukung oleh Madison bahwa orang tua yang memiliki harga diri tingi banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk membuat keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai kepuasan dan sedikit menggunakan hukuman badan untuk mengembangkan disiplin diri. Selain itu perlu juga adanya hubungan yang akrab dan bentuk komunikasi yang memberikan kebebasan kepada anakuntuk mengungkapkan perasaan, pikiran. Hal itu sebagai dasr untuk menjadikan anak menghayati upaya orang tua yang memasukkan pesan – pesan moral kepada dirinya. Walaupun orang tua jauh dari anak, kehadirannya yang tetap utuh tetap dirasakan anak.

            Sungguhpun demikian, setiap upaya yang dilakukan dalam membantu anak mutlak didahului oleh tampilnya; pertama,perilaku yang patut dicontoh. Artinya, setiap perilakunya tidak sekedar perilaku yang bersifat mekanik tetapi harusdidasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi anak – anaknya. Oleh karena itu pengaktualisasiannya harus senantiasa dirujukkan pada ketaatan pada nilai – nilai moral.

            Kedua, kesadaran diri ini juga harus ditularkan pada anak – anak dengan mendoong mereka agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai –nilai moral. Oleh karena itu, orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun nonverbal tentang perilaku taat moral. Karena dengan komunikasi yang dialogis akan menjembatani kesenjangan keinginan dan tujuan diantara diinya dan anak – anaknya, yang sering kali menjadi pemicu anak berperilaku agresif atau tidak berdisiplin diri.

            Ketiga, komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak – anaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka memecahkan permasalahan, berkenaan dengan nilai – nilai moral. Ini berarti mereka telah mampu melakukan intervensi damai terhadap kesalahan dan atau penyimpangan perilaku yang tidak taat nilai moral, serta melakukan upaya bagaimana meningkatkannya. Dengan perkataan lain, orang tua telah mampu melakukan kontrol anaknya agar mereka tetap memiliki dan meningkatkan nilai moral sebagai dasar berperilaku disiplin.

            Keempat, upaya selanjutnya untuk menyuburkan ketaatan anak – anak terhadap niali – nilai moral dapat diaktualisasikan dalam menata lingkungan fisik yang disebut momen fisik. Hal ini dapat mendukung terciptanya iklim yang mengundang anak berdialog terhadap nilai – nilai moral yang dikemasnya. Kelima, penataan lingkunganfisik yang melibatkan anak – anak dan berangkat dari dunianya akan menjadikan anak semakin kokoh dalam kepemilikan terhadap nilai – nilai moral dan semakin terundang untuk meningkatkannya.

            Keenam, penataan lingkungan social dapat menghadirkan situasi kebersamaan antara anak – anak dengan orang tua. Situasi kebersamaan merupakan syarat utama bagi terciptanya penghayatan dan pertemuan makna antara orang tua dan anak – anak. Pertemuan makna ini mengandung kulminasi dari penataan lingkungan social berindikasi penataan lingkungan pendidikan.

            Ketujuh, penataan lingkungan pendidikan akan semakin bermakna bagi anak jika mampu menghadirkan iklim yang mendorong jiwanya untuk mempelajari nilai – nilai moral. Upaya yang dapt dilakukan oleh orang tua adalah menata suasana psikologis dalam keluarga. Penataan suasana psikologis dalam keluarga menyentuh dimensi emosional dan suasana kejiwaan yang menyertai dan dirasakan dalam kehidupan keluarga.

            Kedelapan, penataan suasana psikologis semakin kokoh jika nilai – nilai moral secara transparan dijabarkan dan diterjemahkan menjadi tatanan social dan budaya dalam kehidupan keluarga.

No comments:

Post a Comment