TEORI HAROLD
GARFINKEL
PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ANATOMI TEORI HAROLD
GARFINKEL
(ETNOMETODOLOGI)
1.
Konteks
Sosial
-
Setelah selesai
Perang Dunia I,
Amerika
Serikat mengalami depresi ekonomi yang sangat berat. Pada saat itu di Amerika
Serikat banyak terjadi persoalan sosial. Dari masalah pengangguran, tingginya
kriminalitas, prostitusi, munculnya kasus-kasus perceraian di masyarakat, hingga
banyaknya orang yang mengidap depresi dan persoalan sosial lain yang mengidab
masyarakat urban yang sekular.
-
Pada kondisi saat itu juga Amerika yang
pasca perang dunia II memasuki masa urbanisasi dan industrialisasi banyak
membawa masalah dalam kehidupan berbagai individu.
-
Teori
Garfinkel lahir dari latar belakang
konteks sosial pada masa itu dimana Blumer ingin membantu merasionalkan eksploitasi,
imperialisme domestik dan internasional, serta ketimpangan sosial yang
dipandang dari segi aktor sebagi aktor yang bertindak atas dasar kesadarannya
sendiri. Dengan demikian, liberalisme politik
sosiolog awal ini mengandung implikasi konservatif yang sangat besar. Beberapa
faktor yang berperan penting dalam perkembangan teori Garfinkel adalah pada konteks sosial industrialisasi
dan urbanisasi yang banyak dialami masyarakat Amerika pada masa itu
-
Garfinkel berasumsi
bahwa dunia nyata penuh dengan masalah
(sesuai dengan keadaan saat itu), dan individu mempunyai metode sendiri dalam
menyelesaikan kehidupan sehari – harinya.
2.
Pemikiran
Yang Mempengaruhi Teori Garfinkel
-
Garfinkel disaat
awal memunculkan atau mengembangkan studi ini sedang mendalami fenomenologi
Alfred Schutz[1]
pada New School For Sosial Research dan Talcott Parsons[2]
-
Bagi Schutz, dunia
sehari-hari merupakan dunia inter subjektif yang dimiliki bersama orang lain
dengan siapa kita berinteraksi. Dunia inter subjektif itu sendiri terdiri dari
realitas-realitas yang sangat berganda dimana realitas sehari-hari tampil
sebagai realitas yang utama.
-
Yang dimaksud
realitas sosial oleh Schutz adalah “keseluruhan objek dan kejadian-kejadian di
dunia kultural dan sosial, yang dihidupkan oleh pikiran umum manusia yang hidup
bersama dengan sejumlah hubungan interaksi. Itu adalah dunia objek kultural dan
institusi sosial di mana kita semua lahir, saling mengenal, berhubungan sejak
permulaan (Poloma, 1994).
-
Parson berpendapat
bahwa motivasi yang mendorong suatu tindakan individu selalu berdasarkan pada
aturan atau norma yang ada dalam masyarakat dimana seorang individu hidup.
Motivasi aktor tersebut menyatu dengan model model normatif yang ditetapkan
dalam sebuah masyarakat yang ditujukan untuk mempertahankan stabilitas sosial
itu sendiri
3.
Latar Belakang Sosial
-
Garfinkel
dilahirkan di Newark, New Jersey, Amerika Serikat pada 29 Oktober 1917. Ayahnya
adalah pengusaha kecil yang menjual barang-barang rumah tangga untuk keluarga
imigran. Ayahnya ingin Garfinkel belajar dagang, namun Garfinkel ingin masuk
kuliah. Garfinkel kemudian mengikuti kemauan ayahnya, tetapi dia juga ikut
kuliah di Universitas Newark.
-
Ia pernah bergabung
dengan angkatan perang AS ketika perang dunia ke dua, namun kemudian dia
mendapatkan gelar doktor pada tahun 1952 di Harvard University.
4.
Pertanyaan yang diajukan
-
Garfinkel
memunculkan etnometodologi sebagai bentuk ketidaksetujuannya terhadap
pendekatan-pendekatan sosiologi konvensional yang dianggapnya mengekang
kebebasan peneliti. Penelitian konvesional selalu dilengkapi asumsi, teori,
proposisi dan kategori yang membuat peneliti tidak bebas di dalam memahami
kenyataan sosial menurut situasi di mana kenyataan sosial tersebut berlangsung.[3]
-
Pertanyaan
yang diajukan oleh Garfinkel adalah Apakah tindakan manusia dipandang rasional
dalam menyelesaikan masalah kehidupan
sehari – harinya, Apakah
menggunakan penalaran praktis atau dengan logika formula yang sudah ada dalam
struktur tertentu ?
5.
Proposisi yang ditawarkan
-
Semakin aktor gagal
menyetujui penggunaan teknik interaktif semacam tindakan refleksif, semakin
besar kemungkinan interaksi akan terganggu dan kemungkinan keteraturan sosial
dapat dipertahankan juga semakin kecil.
-
Semakin interaksi
beralih kepada visi realitas yang berbeda dan diterima begitu saja (taken for
granted), semakin besar kemungkinan interaksi terganggu dan kecil kemungkinan
keteraturan sosial dapat dipertahankan.
6.
Jenis Realitas Sosial
-
Kebanyakan dari
interaksi manusia bersifat refleksif. Manusia menafsirkan bahasa isyarat,
kata-kata, ucapan dan informasi lainnya dari satu sama lain sedemikian rupa
dengan maksud untuk tetap mempertahankan pandangan tertentu mengenai realitas.
-
Konsep tentang
refleksitas ini memusatkan perhatian pada bagaimana orang-orang yang berada di
dalam interaksi bertindak atau berusaha untuk mempertahankan asumsi bahwa
mereka diarahkan oleh realitas simbolik
atau tak Nampak.
7.
Aktor Yang Otonom
-
Etnometodologi
menggangap aktor sebagai aktor yang
otonom karena tindakan aktor tidak dipengaruhi struktur yang ada. Aktor
dipandang sebagai individu bebas yang
rasional yang dalam menyelesaikan masalah sehari – harinya cenderung
menggunakan penalaran yang praktis bukan logika formula yang ada dalam struktur
itu sendiri.
-
Aktor mempunyai
kebebasan dalam memilih pertimbangan untuk melakukan tindakannya tanpa harus
dipaksa atau ditentukan oleh struktur dan pranata sosial
8.
Asumsi tentang Individu dan Masyarakat
-
Etnometodologi
adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan dan kehidupannya
sehari-hari. Subyek etnometodologi bukanlah anggota suku-suku terasing
melainkan orang-orang dalam berbagai macam situasi pada masyarakat kita.
-
Etnometodologi
berusaha memahami bagaimana orang-orang melihat, menerangkan, dan menguraikan keteraturan
dunia tempat mereka[4]
9.
Unit Analisis Masyarakat atau Individu
-
Pusat perhatian
etnometodologi adalah organisasi kehidupan sehari-hari atau masyarakat biasa
yang abadi. Atau, cara baru dalam memahami struktur objektif baik mikro maupun
makro yang sejak lama menjadi perhatian sosiologi.
-
Etnometodologi
memusatkan kajian pada realitas yang memiliki penafsiran praktis. Ia merupakan
pendekatan pada sifat kemanusiaan yang meliputi pemaknaan pada perilaku nyata[5].
Setiap masyarakat dalam konsep ini memiliki situasi yang bersifat lokal,
terorganisir, memiliki steriotipe dan ideologi khusus, termasuk ras, kelas
sosial dan gender. Pendekatan ini akan memihak masyarakat bawah dengan ideologi
yang sangat populis.
10. Berada Pada Mahzab
-
Dari beberapa
uraian sebelumnya Harold Garfinkel dalam
mengembangkan teori-teorinya berada pada
mazhab Cartesian karena dalam kajiannya mengandalkan rasio /
kesadaran ( rasionalisme ) dan
menganggap kebenaran dari subyek.
DAFTAR PUSTAKA
Coulon,
A. 2008. Cetakan Ketiga. Etnometodologi.
Jakarta: Lengge. Diterbitkan atas kerjasama Kelompok Kajian Studi Kultural
(KKSK) Jakarta dan Yayasan Lengge Mataram.
Poloma,
Margaret M, 1994. Sosiologi Kontemporer.
Jakarta: Rajawali Pers.
Raho,
Bernard, 2007. Teori sosiologi Modern.
Edisi pertama. Jakarta: Prestasi Pustaka
Ida
Bagus Wirawan. 2012. Teori-teori sosial
dalam tiga paradigma : fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial.
Jakarta : Kencana
[1]
Etnometodologi merupakan rumpun penelitian kualitatif yang beranjak dari
paradigma fenomenologi. Dengan kata lai, etnometodologi pada dasarnya adalah
anak dari fenomenologi Schutzian. Ida Bagus Wirawan. 2012. Teori-teori
sosial dalam tiga paradigma
: fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial. Jakarta : Kencana. Hal.
154)
[2]Etnometodologi dikembangkan oleh
Harold Garfinkel (1976) yang selama 20 tahun melaksanakan penelitian diharvard
dibawah arahan talcott Parsons. (Ida Bagus Wirawan.
2012. Teori-teori sosial dalam tiga paradigma : fakta sosial, definisi sosial
dan perilaku sosial. Jakarta : Kencana. Hal. 153)
[3]
Garfinkel berpendapat bahwa untuk mencapai suatu tujuan memerlukan
tindakan-tidakan yang didasarkan pada pengetahuan atas realitas yang nyata.
Garfinkel menyadari bahwa realitas terbagi dan berubah secara dinamis.
Garfinkel mengkritik pandangan Pasrsons berkaitan dengan Framework tentang teori pengetahuan yang mendasari teori-teori
Parsons. Menurut Garfinkel, Parsons mengasumsikan bahwa pengetahuan yang akurat
adalah dunia eksternal yang didapatkan melalui penerapan-penerapan
aturan-aturan logika empiris, sebaliknya Garfinkel memandang bahwa setiap actor
melakukan pendekatan atas dunia sosial dengan setumpuk ilmu pengetahuan yang
telah dimilikinya, yang terdiri atas konstruksi dan kategori-kategori
pengetahuan umum yang berasal dari masyarakat. Baca lebih lanjut Ida
Bagus Wirawan. 2012. Teori-teori sosial dalam tiga paradigma : fakta sosial,
definisi sosial dan perilaku sosial. Jakarta : Kencana, Hal. 154.
[4]
Sejalan dengan ide Garfinkel yang mengatakan bahwa : “I use term ‘ethnomethodology’ to referto the investigation of the
rational properties of indexial expressions and other practical action as
contingent on going accomplishments of organized artful practices of everyday
live”. Etnometodologi mengisyarakan upaya mendeskripsikan dan memahami
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya bagaimana pola interaksi, cara
berpikir, perasaan mereka dan cara bicara mereka. Baca lebih lanjut Ida
Bagus Wirawan. 2012. Teori-teori sosial dalam tiga paradigma : fakta sosial,
definisi sosial dan perilaku sosial. Jakarta : Kencana, Hal. 157
[5] Garfinkel
menegaskan bahwa pada saat menganalisis tindakan, para sosiolog harus menyadari
bahwa tindakan itu terjadi dalam konteks yang lebih luas. Setiap tindakan
memiliki historis yang dapat ditelusuri pada konteks lain. Pada konteks sosial
tidak ada keteraturan atau keajegan. Baca lebih lanjut Ida Bagus Wirawan. 2012.
Teori-teori sosial dalam tiga paradigma : fakta sosial, definisi sosial dan
perilaku sosial. Jakarta : Kencana, Hal. 157
No comments:
Post a Comment